Ketua Umum DPP FKBSS Apresiasi Tindakan Terhadap Penemuan Pagar Oknum Kekuasan Investor

    Ketua Umum DPP FKBSS Apresiasi Tindakan Terhadap Penemuan Pagar Oknum Kekuasan Investor
    Gambar memiliki hak cipta privasi

    Ketua Umum DPP FKBSS Arsan Sahri apresiasi dari dinas terkait dan penegak hukum serta masyarakat sekitar atas tindakan yang telah dilakukan pada 18/1/2025 tentang adanya pagar laut sepanjang 30 kilometer membentang di sepanjang pantai utara Tangerang, membelah laut an dalam diam yang mencekam. Keberadaan pagar laut di Tangerang dan Bekasi masih jadi tanda tanya. Namun belakangan nama pengembang PIK 2, Agung Sedayu Group dikaitkan dengan keberadaan pagar laut tersebut. Nama Agung Sedayu muncul setelah ada nelayan setempat yang keceplosan dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta nasional. Tapi yang jelas, keberadaan pagar laut ini memicu ketegangan di kalangan masyarakat pesisir dan nelayan. Keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer ini dikeluhkan oleh para nelayan karena tangkapan ikan berkurang. Para nelayan yang sehari-harinya bergantung pada laut kini terhalang, terkepung oleh struktur yang lebih menyerupai penghalang daripada pelindung. Kehadiran pagar bambu tersebut menjadi tanda tanya besar bagi nelayan, yang merasa akses mereka terhadap laut dibatasi. Bukan hanya sebagai penghalang fisik, pagar ini juga berdampak pada kehidupan ekonomi dan ekosistem yang mereka andalkan.

    Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menduga keberadaan pagar bambu sepanjang lebih dari 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang merupakan upaya reklamasi terselubung. Deputi Eksternal Walhi Nasional, Mukri Friatna, mengatakan, pembangunan pagar bambu itu mengindikasikan adanya investasi besar di balik proyek tersebut. “Tidak mungkin orang dengan modal kecil berani memasang pagar sepanjang itu. Skala ini jelas melibatkan pihak besar, ” ujar Mukrin Friatna saat dihubungi Kompas.com, sumber Selasa (14/1/2025).

    Mukrin menduga bahwa proyek reklamasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan kota baru yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Kabupaten Tangerang. Ia menambahkan, arahan tata ruang dalam perda tersebut menunjukkan bahwa wilayah Pantai Utara memang telah diarahkan untuk reklamasi hingga tahun 2030. Mukrin menduga bahwa proyek reklamasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan kota baru yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Kabupaten Tangerang. Ia menambahkan, arahan tata ruang dalam perda tersebut menunjukkan bahwa wilayah Pantai Utara memang telah diarahkan untuk reklamasi hingga tahun 2030. "Jadi dalam rencana pembangunan jangka panjang Kabupaten Tangerang itu sampai dengan 2030 itu memang sudah diarahkan untuk direklamasi, " kata dia. Mukrin menilai dugaan proyek reklamasi itu didahulukan hanya demi kepentingan investor. Padahal, kata Mukrin, ruang terbuka hijau (RTH) di Tangerang sendiri hanya ada 0, 1 persen dari total luas Tangerang, yaitu 103.000 hektar. Oleh sebab itu, menurutnya, pemerintah harus lebih mendahulukan RTH dibandingkan reklamasi yang dinilai hanya sebagai kepentingan investor saja. "Jelas-jelas di depan mata perbandingannya adalah ruang terbuka hijau. Masa iya enggak naik-naik dari 0, 1 persen dari total luas Tangerang itu 103.000 hektar, yaitu cuma ada 13 hektar untuk ruang terbuka hijau, " jelas dia. Selain itu, keberadaan pagar bambu tersebut dinilai merugikan nelayan kecil yang terpaksa menempuh jarak lebih jauh hingga 10 kilometer untuk menangkap ikan. “Nelayan tradisional paling terdampak. Mereka kehilangan akses ke area tangkap utama karena pagar ini, ” kata Mukrin. Karena itu, dia meminta kepada Pemerintah daerah dan pusat untuk segera menindak proyek tersebut, termasuk merubuhkan pagar bambu dan membatalkan rencana reklamasi dalam revisi tata ruang tahun 2025. 

    “Jika proyek ini terus berjalan, kawasan mangrove seluas 1.500 hektare akan hancur, dan kehidupan masyarakat pesisir akan semakin terancam, ” ucap dia.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini. Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024. Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari. Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024. Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar ini. Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang. "Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya, " kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com. Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan. Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.

    Sebelumnya, nelayan asal Serang utara, Banten, bernama Kholid, "keceplosan" menyebut nama pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang. Awalnya, Kholid menanyakan kepastian undang-undang mengenai pengaturan kelautan berkaitan dengan adanya pagar misterius sepanjang 30 kilometer. Ia menegaskan, segala hal berkaitan dengan pemanfaatan ruang laut, harus mengantongi izin. Sekalipun, pemanfaatan itu dilakukan oleh masyarakat setempat. "Kalau misalnya jelas undang-undangnya, aturannya, di kelautan itu seperti apa. Anggap saja misalnya, walaupun menurut saya itu nggak rasional, yang (membuat pagar laut) mengatasnamakan nelayan Pantura segala macam, ini sudah melanggar hukum, " kata Kholid dalam wawancara bersama tvOneNEws, Minggu (12/1/2025), dikutip Tribunnews.com. "Yang namanya melakukan pemanfaatan ruang laut, harus ada izin, anggaplah masyarakat (yang membuat pagar laut), kan harus ada izinnya, ada undang-undangnya”. "Dan itu (membuat pagar laut tanpa izin) sudah melanggar, walau siapapun itu (yang membuat), sekalipun masyarakat, " urai dia.

    Lebih lanjut, Kholid menyebut nama tiga nama yang diduga merupakan pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang. Tiga nama itu adalah Aguan, serta dua sosok yang disebut Kholid sebagai anak buah Aguan, yaitu Ali Hanafiah dan Engcun. Sayang, pernyataan Kholid mengenai sosok tersebut lantas dipotong presenter dan dialihkan kepada Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Humas, Doni Ismanto. "(Saat) ramai berita tentang masyarakat pantura swadaya memasang pagar laut itu, ketika muncul (pemberitaan), ada pelaku pemagaran anak buahnya Aguan, (yaitu) Ali Hanafiah dan Engcun, " ungkap Kholid.

    Sekitar 600 orang gabungan anggota TNI AL dan masyarakat serta nelayan membongkar pagar laut di Kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten pada Sabtu (18/1/2025). Pembongkaran pagar laut dari bambu ini dimulai dilakukan sekitar pukul 08.55 WIB. Dan untuk mempercepat pencopotan pagar laut, nelayan dan TNI AL kemudian terjun ke laut supaya mempermudah pencabutan laut. Mereka bahkan tak ragu untuk berenang di atas laut meski ombak kurang bersahabat. Puluhan kapal milik TNI AL dan nelayan merobohkan pagar laut yang ada di kawasan Tanjung Pasir itu. Jurnalis.org //Yopie

    ketua umum dpp fkbss dpw banten fkbss apresiasi tindakan penemuan pagar kekuasaan oknum investor oknum investor pemerintah daerah pemerintahan penegak hukum dinas terkait masyarakat kabupaten tangerang serang banten banten
    Yopie Aqbar

    Yopie Aqbar

    Artikel Sebelumnya

    Babinsa Koramil 0602-21/Kopo Hadiri Rapat...

    Artikel Berikutnya

    Babinsa Koramil 0602-04/Taktakan Bersama...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Dukung Ketahanan Pangan, Babinsa Koramil 0602-02/Kasemen Bantu Petani Siapkan Bibit Padi       
    Tony Rosyid: Laut Kok Punya HGB, Negara Makin Kacau!
    Perkuat Sinergitas Ulama Dan Umaro, Babinsa Koramil 0602-21/Kopo Hadiri Pengajian Bulanan
    MA Kabulkan Peninjauan Kembali (PK) Apartemen Gardenia Bogor
    Hendri Kampai: Menteri KKP Sebut Pagar Laut Tangerang Ilegal, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Ditunggu Rakyat

    Ikuti Kami